Ki Hajar Dewantara, yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, memiliki visi yang mendalam dan holistik tentang pendidikan. Filosofi pendidikan yang digagasnya adalah untuk memanusiakan manusia, membentuk karakter dan mengembangkan potensi individu sesuai dengan kodrat alam dan masyarakat. Semboyan terkenal yang selalu diingat dari Ki Hajar Dewantara adalah "Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani" yang secara harfiah berarti "Di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan." Prinsip ini menggambarkan tiga peran utama seorang pendidik. Pertama, seorang guru harus menjadi teladan yang baik bagi murid-muridnya. Kedua, guru harus mampu membangun dan membangkitkan semangat murid-muridnya. Dan ketiga, seorang guru harus mendorong murid-muridnya agar dapat mandiri.
Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan yang berpusat pada siswa dan konteks budaya lokal. Ia percaya bahwa pendidikan harus memperhatikan keunikan dan potensi setiap anak serta lingkungan tempat mereka berada. Pendidikan tidak hanya dilihat sebagai transfer ilmu pengetahuan, tetapi sebagai proses pembentukan karakter dan moral yang baik. Dewantara juga menekankan pentingnya kebebasan dalam belajar, di mana siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan minat dan bakat mereka, serta mengapresiasi keberagaman. Prinsip-prinsip ini masih sangat relevan dan menjadi dasar dalam pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia. Filosofi ini bertujuan untuk membentuk generasi yang berkarakter kuat, berjiwa nasionalis, namun tetap terbuka terhadap perkembangan global.mengerjakan tugasnya sendiri, bekerja sama dengan teman-temannya, dan mengambil peran kepemimpinan dalam kelompok
Implementasi konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan merancang aktivitas yang mempromosikan kemandirian, kebersamaan, dan kepemimpinan. Salah satu cara untuk menerapkan prinsip ini adalah melalui pembelajaran berbasis proyek. Dalam pendekatan ini, siswa diberikan proyek nyata yang harus diselesaikan secara kolaboratif. Proyek ini dirancang sedemikian rupa sehingga siswa harus bekerja sama dalam kelompok, membagi tugas, dan bertanggung jawab atas bagian mereka masing-masing. Melalui kegiatan ini, siswa belajar untuk mandiri dalam
Selain itu, metode pembelajaran lain yang dapat digunakan adalah diskusi kelompok dan permainan peran (role-playing). Dalam diskusi kelompok, siswa didorong untuk mengemukakan pendapat, mendengarkan pandangan orang lain, dan mencari solusi bersama. Hal ini melatih kemampuan berpikir kritis, empati, dan keterampilan sosial. Sementara itu, permainan peran dapat membantu siswa memahami berbagai situasi dan peran yang berbeda dalam masyarakat, serta mengembangkan kemampuan memimpin dan bekerjasama.
dukungan dan dorongan kepada siswa untuk berani mencoba hal-hal baru dan bertanggung jawab atas proGuru juga dapat menerapkan prinsip "tut wuri handayani" dengan memberikan ses belajar mereka sendiri. Misalnya, dengan memberikan tugas-tugas yang menantang namun tetap dalam batas kemampuan siswa, serta memberikan umpan balik yang konstruktif. Dengan cara ini, siswa didorong untuk mengembangkan kemandirian dalam belajar dan merasa termotivasi untuk terus meningkatkan diri.
Untuk mengevaluasi dampak penerapan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, perlu dilakukan penilaian terhadap berbagai aspek dalam proses pembelajaran dan hasilnya. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah observasi langsung terhadap interaksi dan dinamika di kelas. Observasi ini dapat memberikan gambaran tentang bagaimana siswa bekerja sama, berinteraksi, dan mengambil inisiatif dalam kegiatan belajar. Selain itu, kuesioner dan wawancara dengan siswa, guru, dan orang tua juga dapat memberikan informasi tambahan mengenai persepsi dan pengalaman mereka terkait penerapan prinsip-prinsip Dewantara.
Penilaian terhadap hasil belajar juga penting untuk melihat sejauh mana konsep ini mempengaruhi prestasi akademik siswa. Namun, yang tidak kalah penting adalah penilaian terhadap perkembangan karakter siswa. Hal ini dapat diukur melalui penilaian sikap dan perilaku, seperti kejujuran, tanggung jawab, kemandirian, serta kemampuan bekerja sama dan memimpin. Analisis partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler juga dapat menjadi indikator keberhasilan penerapan konsep pendidikan ini, karena kegiatan tersebut sering kali menjadi wadah bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan sosial dan kepemimpinan.
Secara umum, penerapan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara di Indonesia telah memberikan dampak positif dalam membentuk karakter siswa yang lebih mandiri, bertanggung jawab, dan mampu bekerja sama. Namun, masih terdapat tantangan dalam penerapannya, terutama terkait dengan kesesuaian antara konsep ini dengan kurikulum yang sering kali terlalu padat dan kurang fleksibel. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang berkelanjutan untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip Dewantara dalam kurikulum dan praktik pendidikan sehari-hari, serta pelatihan bagi guru untuk menerapkan metode pembelajaran yang sesuai.